JAKARTA, - Masjid di Indonesia pada umumnya memiliki kubah dengan berbagai macam ukuran dan bentuk. Namun, Masjid Agung Sunda Kelapa bisa dibilang berbeda dari masjid pada umumnya. Masjid yang terletak di Jalan Taman Sunda Kelapa, Menteng, Jakarta Pusat, ini sengaja dibangun tanpa laman Sistem Informasi Masjid Kementerian Agama, Masjid Sunda Kelapa dibangun atas prakarsa Ir Gustaf Abbas pada tahun 1960-an. Abbas adalah arsitek lulusan Institut Teknologi Bandung ITB yang mematahkan arsitektur masjid di Tanah Air pada umumnya. Baca juga Masjid Al Mustofa, Masjid Tertua di Kota Bogor Alhasil, desain interior dan eksterior Masjid Sunda Kelapa dipenuhi simbol-simbol yang fleksibel, tidak kaku dengan simbol Timur Tengah yang kerap menjadi harga mati untuk arsitektur masjid. Alih-alih berbentuk kubah, atap Masjid Sunda Kelapa berbentuk layaknya perahu. Bentuk perahu itu adalah sebagai simbol Pelabuhan Sunda Kelapa, tempat saudagar muslim berdagang dan menyebarkan syariat Islam di masa lalu. Selain itu, bentuk perahu adalah makna simbolik kepasrahan seorang muslim. Bagaikan orang duduk bersila dengan tangan menengadah, berdoa mengharap rahmat dan kasih sayang-Nya. Masjid Agung Sunda Kelapa juga tak memiliki beduk, simbol bintang-bulan, dan sederet simbol yang umumnya ada dalam sebuah masjid. Baca juga Mengenang Habib Ali di Masjid Al-Riyadh Kwitang Dalam merancang dan membangun masjid ini, Abbas tak sendirian. Ia didukung para jenderal di Menteng yang menyumbangkan dana awal untuk pembangunan masjid tersebut. Para jenderal merasa harus meluruskan kekeliruan sejarah atas G30S/PKI dengan membangun sebuah masjid yang nyaman untuk pelaksanaan ibadah. Karena pembangunan tak kunjung selesai, Pemda DKI Jakarta semasa Ali Sadikin merasa harus turun tangan untuk merampungkan pembangunannya. Akhirnya, pada tahun 1970, masjid itu selesai dibangun. Kehadiran Masjid Sunda Kelapa ini menjadi angin segar bagi masyarakat muslim yang tinggal di wilayah Menteng dan sekitarnya. Sebab, saat itu rumah ibadah di sekitar Menteng didominasi oleh gereja bekas peninggalan Belanda. Arsitektur masih dipertahankan Masjid Sunda Kelapa di Menteng, Jakarta berkunjung ke Masjid Agung Sunda Kelapa pada Rabu 28/4/2021. Masjid tersebut masih mempertahankan arsitektur aslinya. Saat akan memasuki area masjid, pengunjung disambut sebuah gapura berwarna hijau. Terdapat tulisan "Masjid Agung Sunda Kelapa" berwarna emas di bagian atas gapura. Sementara di sisi kiri dan kanannya terdapat ukiran kaligrafi Arab yang juga berwarna emas. Baca juga Masjid Agung Al-Barkah Bekasi Dari Surau di Tanah Wakaf Menjelma Miniatur Timur Tengah Setelah melewati gapura, kita akan menginjakkan kaki di halaman masjid yang cukup luas. Pepohonan yang rimbun membuat pekarangan menjadi sejuk di tengah teriknya sinar matahari di siang bolong. Di pekarangan masjid ini juga terdapat sentra kuliner dengan berbagai macam menu hidangan. Penjualnya adalah para pedagang kaki lima yang semula berjualan di bahu jalan depan masjid. Demi ketertiban, para PKL ini kemudian dibuatkan area khusus di pekarangan masjid. Baca juga Pesona Masjid Asmaul Husna, Rumah Ibadah Berselimut Kaligrafi Kufi di Tangerang... Dari pekarangan ini jualah, keunikan arsitektur masjid bisa terlihat jelas. Tak ada kubah di bagian atap masjid. Atap masjid ini justru berbentuk mendatar dan dibuat melengkung di bagian tepiannya menyerupai perahu. Memasuki bangunan masjid, pengunjung awalnya akan disambut dengan sebuah ruangan besar yang semi terbuka. Pada hari-hari biasa saat pengunjung tidak terlalu banyak, ruangan ini biasanya tak digunakan untuk shalat berjemaah. Para pengunjung masjid yang sedang tak beribadah pun bisa duduk-duduk dan bersantai di ruangan dan jendela yang didesain lebar dan terbuka luas membuat angin sepoi-sepoi masuk ke ruangan, membuat udara menjadi sejuk. Baca juga Menengok Pesona Masjid Keramat Luar Batang, Bangunan Ratusan Tahun di Pesisir Jakarta Setelah melewati ruangan terbuka itu, barulah terdapat ruangan tertutup yang digunakan untuk shalat berjemaah. Sama dengan tampilan luarnya, bagian dalam masjid ini juga sangat minim ornamen khas Timur Tengah. Hanya ada bingkai lafaz Allah dan Nabi Muhammad SAW yang mengapit mihrab. Sisanya, tak ada tulisan Arab atau pun ornamen khas Timur Tengah yang bisa ditemukan. Bagian dalam ruangan itu didominasi keramik berwarna cokelat di bagian dinding maupun lantai. Sementara bagian plafonnya berwarna putih yang dihiasi sejumlah lampu gantung. Baca juga Masjid Agung Al Jihad di Ciputat, Ikon Azan Maghrib TVRI Tahun 1960-an Masjid Sunda Kelapa di Menteng, Jakarta masih mempertahankan desain aslinya, Masjid Sunda Kelapa juga tetap melakukan pembaruan sesuai perkembangan zaman. Ini terlihat dari adanya dua monitor besar yang diletakkan di sisi kiri dan kanan mihrab. Monitor itu berfungsi memudahkan para jamaah yang berada di bagian belakang untuk melihat imam dan khotib. Video yang ditampilkan di monitor itu juga sekaligus disiarkan secara live streaming melalui akun YouTube Masjid Agung Sunda Kelapa. Tak sekadar rumah ibadah Sudah lebih dari 50 tahun berdiri, Masjid Agung Sunda Kelapa kini tak sekadar jadi tempat ibadah bagi muslim. Tempat ini juga menjadi ruang bagi masyarakat untuk melakukan berbagai kegiatan positif lewat organisasi Remaja Islam Sunda Kelapa Riska. Muhammad Irfanuddin 31 sudah empat tahun terakhir aktif sebagai pengurus Riska. Menurut dia, sebelum pandemi Covid-19, remaja masjid terlibat berbagai kegiatan. Ada yang masih berkaitan dengan keagamaan seperti kajian Al-Quran, tadarus, itikaf, buka puasa bersama. Namun, ada juga kegiatan umum seperti les vokal, panahan, olahraga voli, hingga pembuatan film. Baca juga Sejarah Masjid Jami Kalipasir Tertua di Kota Tangerang, Berawal dari Gubuk Kecil untuk Syiar Islam Anggota Riska pun terus bertambah tiap tahunnya. Saat ini anggota yang tercatat sebagai pengurus sudah mencapai lebih dari 100 orang. "Dan itu mereka tidak hanya warga sekitar Menteng sini. Asalnya dari mana-mana, dari seluruh Jabodetabek," kata Irfan. Irfan sendiri adalah warga Ciledug, Tangerang. Namun ia sehari-harinya bekerja di kawasan Manggarai sehingga cukup sering berkunjung ke Masjid Sunda Kelapa. "Banyak warga dari jauh-jauh yang bergabung karena kami juga kan melakukan sosialisasi mengenai kegiatan kami lewat Instagram," ujar Irfan. Baca juga Menelusuri Masjid Jami Tangkuban Perahu di Setiabudi Sayangnya, di masa pandemi Covid-19 ini, berbagai kegiatan rutin yang sudah digelar Riska itu harus dibatasi. Kajian Al-Quran dan kelas lainnya harus dilakukan secara online. Kegiatan lainnya hanya bisa diikuti oleh peserta terbatas dengan protokol kesehatan ketat. "Jadi kami list dulu siapa yang mau ikut. Jumlah orangnya kami batasi dan tetap harus pakai masker, tidak sampai menimbulkan kerumunan," ujar Irfan. Irfan pun merasakan ada perbedaan suasana yang cukup signifikan pada bulan Ramadhan di masa pandemi ini. Meski sudah dibolehkan untuk shalat tarawih, tetapi pengunjung masjid jauh berkurang. Kegiatan rutin seperti buka puasa bersama dan itikaf juga ditiadakan. Baca juga Perpaduan Islam dan Indonesia di Setiap Lekuk Masjid Istiqlal... Namun, di momen bulan suci ini, Riska tetap berupaya melakukan kegiatan rutin berbagi dengan sesama. Riska berencana untuk mengunjungi sejumlah panti asuhan untuk menyalurkan bantuan kepada anak yatim piatu. "Karena masih pandemi, acaranya nanti kami buat lebih sederhana dan terbatas. Kami berbagi bingkisan, buku, Al-Quran kepada santrinya. Itu semua dananya kami dapat dari sponsor," ujar dia. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Uniknya masjid ini tidak memiliki kubah pada umumnya, melainkan beratap khas budaya Minangkabau yang didesain seperti Rumah Gadang. Ada empat sudut lancip di atap masjid dengan bangunannya yang berbentuk gonjong. Ditambah lagi, ukiran Minang dan kaligrafi pada dinding bagian luar yang menyempurnakan keseluruhan arsitektur masjid. Selain itu
Menaramasjid tersebut menjadi tempat wisata religi karena sejarah dan keunikan bentuk menaranya. Baca juga: bentuk atap masjid kuno. 5. Double function sebagai Menara Pandang. Pada sebagian daerah, menara masjid memiliki double function sebagai menara pandang. Menara seperti ini umumnya ada pada masjid di daerah tepi sungai dan pelabuhan.
SejarahMasjid Agung Ciamis Masjid Agung Ciamis sendiri telah berdiri sejak lama yaitu pada tahun 1882, di mana terdapat cerita tersendiri di balik pembangunan masjid yang menjadi kebanggaan warga Kabupaten Ciamis ini. Pembangunan masjid ini ada pada masa pemerintahan bupati Galuh ke-16 yang bernama Raden Adipati Koesoemahdiningrat yang biasanya disebut sebagai Kanjeng Dalem.
Kubahdengan bentuk seperti ini banyak ditemukan di masa Bizantium. images by alibaba from google 11). Kubah dengan Bentuk Geodesik. Bentuk kubah geodesik berbentuk bulat yang terdiri dari bilah-bilah datar pada permukaannya. Bentuk kubah geodesik ini merupakan bentuk yang sering dan mudah dijumpai pada masjid dan bangunan monumen.
AtapModel Limas Terdiri dari dua bidang miring berbentuk trapesium. Dua bidang atapnya berbentuk segitiga siku-siku dengan kemiringan yang sama sehingga tampilannya mirip dengan rumah adat. Atap Pelana Dinamakan atap model pelana karena memang bentuknya mirip seperti pelana kuda.
Ay6WhcG. 52 288 89 497 484 299 486 116 52
biasanya atap masjid berbentuk ini